Dumai - Sabtu, 09/07/2022. Ada kebiasaan kecil di beberapa instansi, atau narasumber apabila mengundang wartawan untuk konferensi pers, jump...
Dumai - Sabtu, 09/07/2022. Ada kebiasaan kecil di beberapa instansi, atau narasumber apabila mengundang wartawan untuk konferensi pers, jumpa pers atau sejenisnya, mereka menyediakan amplop berisi uang untuk diberikan kepada para wartawan.
Kadang juga ada narasumber yang memberikan amplop atas suatu pemberitaan yang ditulis oleh wartawan.
Menurut salah seorang senior jurnalis J. Harianto, bila ada perusahaan pers melarang wartawannya menerima amplop atau uang transport, itu adalah peraturan dari perusahaan yang harus dipatuhi oleh wartawannya.
"Salah satu contoh ketika jurnalis mendapat undangan dari salah satu instansi secara resmi, dan ketika kegiatan tersebut di akhir acara memberikan sagu hati berupa sebuah amplop yang mana amplop tersebut berisikan uang, apakah jurnalis tidak berhak menerimanya".
"Sementara dana yang ada di dalam amplop tersebut berasal dari anggaran yang memang sudah di anggarkan ketika suatu istansi melaksanakan kegiatan resmi, menurut hemat saya sagu hati tersebut bukanlah suap, melainkan tanda kemitraan yang tidak merugikan atau unsur paksaan terhadap kedua belah pihak," terang Harianto.
Bagaimana sebenarnya aturan umum tentang wartawan dan amplop ?, Maka yang harus dibaca adalah Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan tafsirnya.
Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran:
Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Jadi jelas yang dilarang Pasal 6 KEJ adalah menerima suap.
Pertanyaan apakah suap dan hadiah seperti uang transport atau amplop itu sama.
Seperti tafsir Pasal 6 huruf b, suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.
Perlu dicatat dalam tafsir Dewan Pers ada frasa "yang mempengaruhi independensi". Bila tidak mempengaruhi independensi apakah disebut suap juga ?
Bila segala jenis pemberian kepada wartawan ingin dilarang dan ditafsir sebagai gratifikasi seperti kepada ASN maka tafsir Pasal 6 huruf b harus diubah menjadi seperti ini:
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain.
Sepanjang bunyi tafsir Pasal 6 huruf b masih seperti sekarang, saat wartawan menerima amplop atau uang transport tidak boleh langsung disalahkan.
Contoh yang melanggar Pasal 6 KEJ, wartawan mengecek pembangunan melanggar GSB, Kemudian diberikan uang agar tidak memberitakan atau beritanya tidak sesuai fakta, itu pantas di sebut "suap".
Berbeda halnya jika ada sebuah perusahaan melaksanakan jumpa pers atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), wartawan datang diberikan amplop dan rilis. Ada yang pulangkan amplop karena memang dilarang oleh peraturan perusahaannya ada yang menerima karna perusahaan pers tersebut tidak melarang nya.
Ada juga yang menerima amplop sebagai uang transport. Terhadap mereka ini harus diuji produk jurnalistiknya untuk menentukan independensi.
Bila beritanya sama dengan yang tidak menerima amplop, apakah dia melanggar independensi yang menjadi syarat Pasal 6 huruf b KEJ ?
Pewarta : July
COMMENTS